"sebuah kerikil hanya akan membuat bayangan kerikil. anda tidak akan bisa membangun bayangan sebesar gunung bila anda tidak membangun sebuah gunung. kita, anda & saya, tidak akan mampu membangun reputasi yang baik dan besar tanpa lebih dahulu membangun sebuah pribadi yang berkualitas"
( salam super. mario teguh)

Senin, 08 Februari 2010

Husnuzhzhann

sumber: Ensiklopedi Nurcholish Madjid

Failasufi perumusan etika dan moral dalam bentuk negatif adalah karena moralitas itu dimulai dengan kemampuan menahan diri. Sebab masalah utama manusia bukan bagaimana berbuat, mungkin tidak perlu terlalu didorong-dorong untuk berbuat sesuatu, tetapi bagaimana menahan diri. Di sinilah simbolisme cerita tentang Adam yang diberi kehormatan sebagai khalifah di bumi dan diberi kesempatan untuk hidup di surga dengan suatu pesan, “O Adam! Tinggallah kau dan istrimu dalam Taman, dan makanlah dari sana apa yang kamu sukai. Tetapi jangan dekati pohon ini supaya kamu tidak menjadi orang yang zalim” (Q., 2: 35). Tuhan memberikan kebebasan kepada Adam dan istrinya untuk makan dari sejumlah pohon yang tak terhingga dan hanya satu yang dilarang, tetapi justru itu yang dilanggar. Ini adalah ilustrasi tentang potensi manusia untuk melanggar. Karena itu moralitas dimulai dengan larangan-larangan.

Potensi manusia untuk melanggar ini berkaitan dengan hakikatnya yang kedua, yaitu sebagai makhluk yang lemah, ...manusia diciptakan dalam kodrat yang lemah (Q., 4: 28). Artinya, esensi manusia adalah baik, hanya secara sekunder ada kemungkinan menjadi tidak baik karena kelemahannya. Implikasinya banyak sekali, misalnya, kalau kita berpendapat bahwa manusia pada dasarnya baik, maka hubungan antarmanusia harus didahului dengan husnuzhzhann, baik sangka, tidak boleh buruk sangka. Kalau buruk sangka yang didahulukan, maka secara tidak langsung kita menerapkan paham bahwa manusia itu pada dasarnya jahat. Dalam persaudaraan (ukhĂ»wah), umpa¬manya, Allah berpesan, Hai orang-orang beriman! Jauhilah prasangka sebanyak mungkin, karena sebagian prasangka adalah dosa (Q., 49: 12). Di sini disebut sebagian prasangka saja yang dosa, karena ada juga prasangka yang baik, yaitu yang nilainya berupa kewaspadaan. Tapi kalau kita tidak mengetahui batas¬nya, maka mudah sekali prasangka itu merosot menjadi dosa.

Demokrasi di Barat sebenarnya dimulai dengan baik sangka kepada manusia. Artinya, demokrasi tidak akan pernah ada kalau seandainya Barat tidak bisa melepaskan diri dari ajaran bahwa manusia pada dasarnya buruk. Ini seperti dikatakan Helmet Smith, bekas konselir Jerman yang menjadi The Dean of the European Socialis, yang juga pengagum Pancasila. Menu¬rutnya, tidak ada kreasi yang lebih hebat pada abad ke-20 ini daripada Pancasila. Tetapi ada masalah yang tidak dimengerti, karenanya dia ingin bertemu saya dan beberapa teman.

“Bagaimana anda menghu¬bungkan sila pertama dengan sila keempat; sila pertama berhubungan dengan masalah agama, sedang sila keempat bagi saya merupakan demokrasi, dan anda sendiri pun sering berbicara tentang demo¬krasi”. “So what the problem?”.
“Menurut pengalaman Eropa, demokrasi tidak bisa ditegakkan kecuali dengan menyingkirkan agama”.“You know humanism is from Islam!”.
Pengalaman Eropa yang dimaksud Helmet Smith adalah perbenturan antara ilmu pengetahuan dengan Gereja; rasio dengan agama Kristen, karena itu cara paling efektif agar keduanya tidak berbenturan adalah dengan memisahkan antara keduanya. Maka jelaslah bahwa memang ada perbedaan konsep manusia antara Islam dan Kristen. Islam mendudukkan manusia pada posisi tinggi sehingga mendorong lahirnya humanisme, bahkan juga socialist humanism seperti dikembangkan Erich Fromm. Dari satu hal ini saja kita melihat betapa besarnya pengaruh kehadiran Islam untuk peradaban umat manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar