"sebuah kerikil hanya akan membuat bayangan kerikil. anda tidak akan bisa membangun bayangan sebesar gunung bila anda tidak membangun sebuah gunung. kita, anda & saya, tidak akan mampu membangun reputasi yang baik dan besar tanpa lebih dahulu membangun sebuah pribadi yang berkualitas"
( salam super. mario teguh)

Senin, 08 Februari 2010

Humanisme di Islam dan Barat

sumber: Ensiklopedi Nurcholish Madjid

Pernah ada kejadian seorang TKW dihukum pancung di Saudi Arabia tanpa memberi pemberitahuan sama sekali kepada pemerintah Indonesia sehingga mengundang demonstrasi. Kejadian demikian selain sangat cacat dilihat dari segi hubungan international, juga lebih cacat lagi dari segi konsep mengenai kemanusiaan. Apalagi itu menyangkut suatu negara yang disebut sebagai hotline Islam, Saudi Arabia. Tidak jelas kemudian siapa yang salah, sebab kalau hal itu berhubungan dengan negara lain yang sangat kuat melindungi tenaga-tenaga kerjanya, seperti Filipina, maka tidak akan terjadi. Tetapi memang ada hal-hal yang tidak begitu sinkron dengan ide-ide tentang kemanusiaan atau humanisme pada pemerintah Saudi, bahkan tidak sinkron dengan ajaran agama tentang manusia. Sebab di dalam Al-Quran, setelah cerita tentang pembunuhan pertama, yaitu Qabil terhadap Habil—keduanya putra Adam—maka ditutup dengan firman, Karena itu Kami tentukan kepada Bani Israil, bahwa barangsiapa membunuh orang yang tidak membunuh orang lain atau membuat kerusakan di bumi, maka ia seolah membunuh semua orang, dan barangsiapa menyelamatkan nyawa orang, maka ia seolah menyelamatkan nyawa semua orang (Q., 5: 32).

Ayat di atas mengandung ide bahwa masing-masing pribadi kita sebenarnya mempunyai nilai kemanusiaan universal, universal humanism. Karena itu, sebuah kejahatan sebenarnya tidak pernah berupa kejahatan kepada pribadi, tetapi kepada suatu prinsip kemanusiaan universal. Prinsip-prinsip nilai kemanusian dalam Islam seperti inilah yang menjadi bibit-bibit paham humanisme di Barat. Tidak kurang seorang Pico, pemikir humanis terbesar zaman renaisans, pertama kali mengenal prinsip humanisme dari Islam. Pico mengutip dari Abdullah, seorang Sarasen (Arab Muslim), yang ketika ditanya tentang apa yang harus dihormati sebagai suatu mukjizat Tuhan, ia menjawab “manusia”. Ini kemudian ditarik ke dalam mitologi Yunani, yaitu ketika Trisma¬kistus, dewa kebajikan, ditanya tentang apa yang harus dihormati di muka bumi ini, dia menjawab “manusia”. Di sini Pico bermaksud menarik suatu paralelisme antara paham Islam dengan paham Yunani. Salah satu objek rasa keindahan orang Yunani adalah manusia yang diekspresikan dalam bentuk patung-patung, terutama patung manusia seperti apa adanya, telanjang. Telanjang bukan dalam arti pornografi tetapi sebagai konsep keindahan. Bahkan menurut mereka, dewa-dewa yang berada di bukit Olympus pun menuntut suatu ritus berupa pertandingan gymnastic — yang menjadi bibit lahirnya Olimpiade — dengan atletnya harus telanjang semua. Pada Olimpiade, gymnastic mengalami desakralisasi, nilai-nilai sakralnya dibuang dan yang tinggal hanya olahraganya sehingga menjadi ajang pesta olahraga terbesar di dunia.

Munculnya paham penghargaan manusia di Barat datang dari Islam pada sekitar abad ke-13 sampai ke-14. Ketika paham ini pertama kali dikemukakan Pico, Gereja menilainya sebagai bertentangan dengan dogmatika. Karena menurut gereja, pada dasarnya manusia adalah jahat. Manusia diposisikan begitu rendahnya, yaitu sebagai suatu makhluk yang penuh dosa akibat adanya dosa waris yang tidak tertolong, kecuali kalau mengakui telah tampil sang penebus, immanuel, Tuhan telah beserta kita dalam arti menjadi manusia, yaitu Yesus. Karena itu menurut Bertrand Russel, seorang ateis radikal, agama Kristen menjadi sangat tidak toleran dengan konsepnya yang sangat pesimis mengenai manusia. Russel kemudian menulis buku berjudul Why I not a Christian? yang agak provokatif dengan sampul bergambar salib pecah. Ini karena dalam argumen Russel, salib merupakan lambang pesimisme kepada manusia.

Pada abad-abad itu, paham-paham seperti dikemukakan Pico, selalu bertabrakan dengan Gereja. Karena itu, Pico dikenakan eks-komunikasi, diusir dari Gereja dan dinyatakan murtad. Ilustrasi yang sangat baik mengenai hal ini dituangkan Umberto Eco dalam novel The Name of the Rose, yang sudah difilmkan. Di dalamnya berisi ilustrasi tentang bagaimana situasi yang sangat buruk pada waktu fase-fase pertama invasi dan subversi paham-paham dari Timur (Islam) ke Barat, termasuk masalah-masalah ilmu pengetahuan dan kemanusiaan. Itulah sebabnya kenapa sampai sekarang humanisme di Barat berkonotasi sekular dalam arti memahami baik dan buruk berdasarkan kepada nature manusia. Makanya paham-paham yang lahir pada zaman itu, karena dianggap sebagai suatu perlawanan kepada Gereja, biasanya langsung dicap sebagai ateisme, sekularisme, yang nanti menjadi semacam ruh Revolusi Prancis dalam bentuk Laisisme (paham keawaman), anti Kerahiban. Jadi apa yang ber-kembang di Barat memang ada unsurnya dalam Islam, tetapi kemudian bersimpang jalan, seperti riwayat ilmu pengetahuan yang ketika sampai di Barat kemudian harus dipisah dari Gereja. Karena itu munculnya konsep-konsep politik seperti demokrasi, liberalisme, sosialisme dan sebagainya, lepas dari unsur agama dan sangat kuat unsur antroposentrismenya, yaitu berpusat kepada manusia.

Dalam Islam, masing-masing pribadi dipandang mempunyai nilai kemanusiaan universal, sehingga suatu kejahatan kepada pribadi sebenarnya merupakan kejahatan kepada prinsip kemanusiaan universal. Dari sini bisa dilihat adanya suatu konsep yang sangat mendasar dalam agama, bahwa manusia merupakan makhluk Tuhan yang tertinggi, sungguh telah Kami ciptakan manusia itu dalam bentuk yang setinggi-tingginya (Q., 95: 4).

Tafsir terhadap ayat di atas sangat beragam; misalnya, dalam bentuk fisik pun manusia merupakan makhluk yang paling baik. Malahan ada yang mengatakan bahwa arti taqwîm adalah makhluk ciptaan Tuhan yang berdiri di atas kedua kakinya, anthropus erectus. Tetapi tentu saja konsep dalam ayat di atas menyangkut makna yang jauh lebih mendalam, antara lain disebutkan dalam Al-Quran bahwa Tuhan menghormati manusia, Kami telah memberi kehormatan kepada anak-anak Adam, Kami lengkapi mereka dengan sarana angkutan di darat dan di laut (Q., 17: 70).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar